Jakarta (Pasutri - Couples) - Dahulu atau sampai akhir tahun 80-an, jika kita mendengar anak tetangga menjerit-jerit karena dipukuli oleh orang tuanya, kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Hal tersebut karena pada waktu itu, pemahaman kedudukan anak adalah di bawah tanggung jawab, dan kekuasaan orang tuanya.
Sedangkan sekarang, hak anak sudah menjadi milik publik, dimana jika kejadian tersebut seperti di atas terjadi pada saat ini, maka kita dapat melaporkannya langsung ke polisi. Selanjutnya orang tua anak tersebut dapat diadili.
Dimana di satu sisi, suami menginginkan pelayanan istrinya, seperti pada saat mereka berbulan madu, sedangkan istrinya menganggap suaminya sudah mendapat pelayanan hubungan suami istri yang cukup.
Sebelum kita melanjutkan pada inti permasalahannya, harus kita sepakati terlebih dahulu, bahwa atas nama emansipasi, sebelum ada kata-kata yang lebih jelas dan halus, sementara kita tahu hak istri, sudah diatur didalam buku nikah, yakni "istri berhak untuk dilayani oleh suaminya secara pasutri."
Subyektifitas peristiwa diatas, persis seperti pemahaman anak 80-an. Dimana orang tua memperlakukan apapun terhadap anaknya, karena merekalah orang tuanya.
Dalam kaitannya dengan hubungan suami istri ini, agar tidak ada tindak kekerasan salah satu pasangannya. Mungkin perlu kiranya ada standar kwantitas berapa kali hubungan tersebut dapat dilakukan dalam satu hari atau satu minggu.
Dengan adarya standar tersebut, para pelaku pernikahan dapat menuntut hak dan kewajibannya. Karena baik suami maupun istri, dapat dengan mudah melaporkan prilaku pasangannya, jika tidak sesuai dengan standar yang ada tersebut.
Dan polisi pun dapat dengan mudah memberikan predikat tersangka bagi para pelaku pernikahan tersebut. Siapa yang tidak mau melayani pasangannya.
Foto : Istimewa
Twitter : @Pasutri
Instagram : @igpasutri
www.pasutri.web.id
Labels:
Susu Kaleng
Thanks for reading Susu Kaleng 7.2 : Memformalkan Hubungan Suami Istri. Please share...!
0 Komentar untuk "Susu Kaleng 7.2 : Memformalkan Hubungan Suami Istri"