Jakarta (Pasutri - Couples) - Atas nama kebahagiaan anak, semestinya dalam rumah tangga, anak pun diberi hak pilihnya untuk terlepas dari subyektifitas-subeyektifitas pemahaman.
Ibarat teori "Jendela Jauhari", maka dalam hal ini, anaklah yang paling berkompeten untuk memilih siapa yang mengasuh, dan siapa yang mencari nafkah.
Kembali kepada konsep "Jendela Jauhari", maka kedua subyek gender sebagai orang yang diamati, dan dipilih, bukan sebagai subyek penentu.
Hal tersebut penting, dimana pendidikan kesetaraan sudah dimulai sejak dini. Apapun gender anak kita, maka sejak dini ia sudah dapat memposisikan dirinya, bahwa satu saat ia pun akan sebagai kandidat "Pencari Nafkah".
Untuk memecahkan hal ini, dan lagi-lagi dalam konteks kesetaraan, wanita dan pria yang menikah haruslah kedua subyek gender yang mencari nafkah. Sehingga ketika anaknya sudah mulai dapat memilih siapa yang ia sukai, dalam rangka untuk mengasuh dirinya kelak hingga dewasa.
Setelah melewati proses pemilihan tersebut, barulah salah satu dari mereka melepas pekerjaannya, dan berkonsentrasi pada hak pengasuhan anak mereka.
Kalau bicara kesetaraan, dapat dilihat dari kata dasarnya, dimana tidak ada prioritas antara yang satu dengan lainnya. Untuk itu, kita bicara rumus yang matematis dan sistematis, agar dikemudian hari tidak satu orang pun yang dapat keluar dari interpretasi yang baku, kalau tidak, ya seperti sekarang, semua orang dapat menginterprestasikan pikirannya terhadap kesetaraan itu sendiri.
Pendek kata, wanita dan pria, pada awal pernikahan harus sama-sama berkarir dalam pekerjaannya. Demi kesetaraan, maka: hal ini adalah salah satu jalan keluar untuk menghapus pendapat masyarakat, bahwa prialah yang harus mencari nafkah.
Foto : Istimewa
Twitter : @Pasutri
Instagram : @igpasutri
www.pasutri.web.id
Labels:
Susu Kaleng
Thanks for reading Susu Kaleng 7.3 : Anak pun Boleh Memilih. Please share...!
0 Komentar untuk "Susu Kaleng 7.3 : Anak pun Boleh Memilih"