Dengan berburu berjam-jam, bahkan seharian, tentu saja menguras tenaga dan pikiran (untuk memikirkan taktik dan strateginya).
Pada umumnya seseorang yang menggunakan pikiran yang besar dalam bekerja, akan terstimulasi kepada peningkatan keinginan prianya.
Jadi adalah wajar, jika si pria yang pulang dari berburu, mengidam-idamkan kemanjaan dari pasangannya, ketika sampai di rumah.
Sebagai gambaran singkat, ketika pria-pria "Pencari Makan" tersebut sedang berkonsentrasi untuk berburu binatang, tanpa sempat memikirkan yang lain. Wanita, yang pada waktu itu sebagai Wakil Kepala Rumah Tangga, mempunyai waktu lebih banyak, untuk dapat berfikir, dan menciptakan ide-ide untuk memperdaya kekuatan fisik pria, bagi kepentingannya.
Disinilah mulainya strategi bahwa, keinginan pria yang tinggi, menjadi alat untuk kekuatan tawar bagi wanita.
Kalau relasi atau hubungan keduanya tidak ada yang saling disakiti, terjadilah simbiose mutualistis. Dimana pria mencari makan, wanita memberikan kemanjaan.
Dengan kepiawaian wanita, dan jalannya waktu, serta opini yang diciptakan sebagai subyek yang lemah, area tanggung jawab pekerjaan kasar yang perlu tenaga, semakin digeser kepada pria.
Kalau kita jeli melihatnya, dalam kerangka kesetaraan hak dan tanggung jawab, maka proses ini merupakan proses pelembagaan pelecehan kesetaraan wanita terhadap pria.
Kecuali di daerah-daerah yang tidak diberlakukannya norma-norma umum, maka peran pria akan terus semakin banyak, antara lain:
• Pria ingin berangkat kantor; Istri masih tidur (karena yang menyiapkan segala sesuatunya, seperti sarapan adalah ART),
• Pria Bekerja Mencari Nafkah; Istri siap-siap arisan buang-buang uang (karena yang membersihkan dan merapikan rumah adalah ART),
• Pria Pulang Kantor; Istri (duduk di meja makan, karena yang memasak dan menyiapkan makanan di meja makan adalah ART),
• Pria istrirahat; Istri menemani istirahat, itu pun kalau sudah pulang dari arisan (yang menyediaan teh/kopi adalah ART),
• Pria ingin tidur malam, sambil bercengkrama, yang dilanjutkan dengan bermanja-manja; Istri bilang cape, kerena seharian ada kegiatan yang melelahkan,
• Pria marah-marah karena tidak dapat bermanja-manja; Istri bilang itu adalah "pelecehan".
Masih banyak lagi sebenarnya, contoh-contoh yang dapat diambil dalam kehidupan sehari-hari, dimana ketidak setaraan justru timbulnya dari kaum wanita.
Tetapi dengan opini "Pria yang gentle adalah pria yang memanjakan istrinya", bukan sebaliknya. Maka hal ini menjadi senjata bagi para wanita untuk lari dari kewajibannya.
Kalau konsepnya kesetaraan, maka kapan pria dimanjakan oleh wanita?
Kalau yang membuat, dan mengantar teh/kopi pada sore hari saja ART, dan mungkin yang memilihkan teh/kopi yang enak pun ART pula, dimana posisi istri sebenarnya.
Silahkan direnungkan...
Foto : Istimewa
Terus Membaca
Twitter : @Pasutri
Instagram : @igpasutri
www.pasutri.web.id
Instagram : @igpasutri
www.pasutri.web.id
Labels:
Hubungan Pasutri
Thanks for reading Susu Kaleng 10.3 : Siapa Yang Melecehkan. Please share...!
0 Komentar untuk "Susu Kaleng 10.3 : Siapa Yang Melecehkan"